FPI Terbungkam ,Wakil Ketua PW IPNU Angkat Bicara : Siapa Penghina Al-Qur’an?


Terdengar marak dari kota kecil Purworejo, mengenai bakal ada Demo di Jakarta pada 4 November 2016 yang akan datang. Bila benar, demo “mengganyang” Ahok ini yang ke-2 sesudah 14 Oktober 2016 lantas, sebagian ormas Islam seperti FUI serta FPI menggenangi depan Balai Kota Jakarta. Tanggal 4 November 2016 depan, kata beragam pamflet itu, isunya tetaplah sama : menuntut dihukumnya Ahok. Kata mereka, ia penghina Al-Qur’an. Apakah benar sekian?

Sesungguhnya, saya tidak mau menulis ini. Terkecuali lantaran saya bukanlah warga Jakarta, saya juga masihlah miliki sederet masalah pribadi yang tidak kunjung kelar, yang harusnya mesti saya tangani. Tetapi apa daya, banyak rekan-rekan yang bertanya tentang itu pada saya. Kebetulan, saya sedikit ikuti berita serta wacana itu : penghinaan Al-Qur’an. Untuk sedikit berikan deskripsi, minimum pandangan subyektif saya, bakal saya bahas lewat tulisan ini.



Ada satu keyword dalam tulisan ini yang butuh dipegang, yakni kata “menghina”. Kata ini utama untuk dibicarakan nanti, lantaran jadi salah-satu pemantik atau penyebab munculnya kegaduhan sosial di Jakarta yang lalu jadi diskursus bahkan juga kegaduhan nasional.

Baiklah, kita mulai. Bismillahirrahmanirrahim.

Pertama, benih kegaduhan di dari mulai banyak serangan yang dialamatkan pada Gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama dengan kata lain Ahok dengan memakai surat Al-Maidah ayat : 51 oleh kelompok-kelompok untuk berkampanye menggalang kemampuan massa. Satu diantara surat dalam Al-Qur’an yang masihlah multi-interpretatif itu dipakai satu diantara grup untuk kampanye : janganlah pilih Ahok. Serangan ini dapat diliat di Youtube.

Ke-2, karenanya ada banyak serangan itu, Ahok terasa risih. Dalam satu kunjungannya di Pulau Seribu, ia berpidato yang pada dasarnya : “…jangan ingin dibohongi gunakan Al-Maidah ayat 51…., ” diteruskan dengan sikapnya : ingin milih silahkan, ingin tak milih silahkan. Ahok berikan kebebasan.

Ketiga, oleh seseorang yang bernama Buni Yani, video itu dipotong kata “dipakai”-nya lantas diupload lewat account fesbuknya dengan diberi tambahan caption yang provokatif. Babak baru diawali. Menebarlah video itu lantaran banyak di-share. Berikut masa digital, di mana satu account fesbuk, di masa datang, dapat jadi “wasilah” kegaduhan nasional.

Ke empat, video itu lalu jadi viral serta penyebab geramnya golongan muslimin. Ya, dengan hilangnya sebagian kata, pasti menyingkirkan substansi serta arti. Disini orang banyak terjerat, bila tidak paham yang sesungguhnya. Siapa yg tidak geram mendengar kalimat editan : “jangan ingin dibohongi Al-Maidah ayat 51”? Saya juga pasti bakal geram, apabila butuh memimpin laskar untuk demo di Jakarta, bila kalimat itu yang memanglah dia mengeluarkan. Sesudah saya teliti, nyatanya video itu diedit sedemikian rupa.

Sesudah gaduh, ILC, satu diantara program favorite yang sekian kali memperoleh Panasonic Award, mengangkat topik itu. Nusron Wahid, Ketua Bagian Pemenangan Pemilu DPP Golkar Lokasi Jawa serta Sumatera ditunjuk jadi juru bicara. Nusron mengawali “orasi”-nya dengan kalimat bijak : “timbulnya perseteruan itu dikarenakan dua hal : salah pengertian atau pahamnya salah”. Pada dalam itu, ia juga mengecam keras gosip Suku, Ras serta Agama (SARA) untuk berkampanye lantaran rawan perseteruan. Ia juga berikan data serta kenyataan kalau kekhalifahan Islam terdahulu telah ada yang mengangkat non-muslim jadi gubernur. Ia mengutamakan supaya kembali pada konstitusi negara kita : UUD 1945 serta Pancasila. Tetapi, info bekas Ketum PP GP Ansor itu malah membikin kegaduhan baru, lantaran banyak hal.

(Pertama) lantaran ayat itu multi-interpretatif (multi-tafsir). Berarti, di internal umat Islam sendiri masihlah ada beragam tafsir, terutama pada kalimat “Auliya” yang oleh mereka yang memaknainya dengan “pemimpin”, juga masalah hukum bagaimana mengangkat pemimpin non-muslim. Walau sekian, terdapat beberapa hikmah disini. Nyaris semuanya umat Islam Indonesia yang melek tehnologi jadi tahu kalau Al-Qur’an mempunyai ayat itu, bersama makna serta tafsirnya yang bermacam.

Beberapa intelektual, mulai yang tua serta yang muda seperti Nadirsyah Hosen (Rais Syuriah PCI NU Australia), KH. M. Ishomudin (Syuriah PBNU), Zuhairi Misrawi (intelektual muda NU), Muhammad Guntur Romli (intelektual muda NU) serta banyak intelektual muda Islam lain membahas ayat itu komplit dengan rujukan dari ulama classic serta konteks sosiologis turunnya ayat (asbaabul nuzul).

Juga, hasil tafsiran dari satu diantara mufassir paling baik di Asia Tenggara, Prof Dr M Qurais Shihab, kembali bertebaran di media. Seolah Allah SWT menginginkan mengajari umat Islam untuk lebih memperdalam lagi agama yang dipeluk sebagian besar orang-orang Nusantara. Menginginkan tahu apa hasil kajiannya, silahkan di searching atau googling hasil penelitian serta pemikiran tokoh-tokoh kita itu.

(Ke-2), kenapa statemen Nusron Wahid jadi gaduh, yaitu lantaran karakternya yang dinilai “kurang sopan”, sembari melotot-melotot. Walau sebenarnya karakter aslinya memanglah melotot. Dalam soal ini, seseorang ustadz yang rajin menyuruh umat Islam untuk bersedekah, dinilai banyaknya kelompok menyindir Nusron Wahid dengan memohon supaya generasi muda tak kelihatannya, mengawali video sembari menangis sedih. Ustadz berinisial YM ini condong menyalahkan sikap Nusron serta menghadap-hadapkanya dengan ulama.

Menyikapi hal semacam ini, saya mewajarkan lantaran tiga hal : (1) Nusron agak geram dengan orang yang memakai ayat untuk berkampanye. (2) ia tak menentang ulama yang betul-betul ulama, namun “ulama” yang pintar menyitir ayat untuk kebutuhan politik.
(3) memanglah seperti tersebut karakter Nusron. Dia orangnya tak sukai basa-basi seperti politisi lain, banyak yang jaim. Tetapi, satu hal dari dia, sepengetahuan saya, terkecuali mempunyai nasionalisme yang tinggi, dia juga senantiasa berkelanjutan dengan apa yang disebutkan dengan yang dikerjakan. Lalu sebagian ustadz yang di kenal di media juga berikan statement yang malah memperkeruh situasi serta membakar hati golongan muslimin.

Ke lima, lantaran video serta berita makin viral, dimobilisirlah kelompok-kelompok Islam untuk demo. Pada Jumat, 14 Oktober 2016, mereka yang hatinya terasa terbakar berdemo di depan balai kota Jakarta. Alhamdulillah, walau dipenuhi spanduk yang profokatif, demo yang diikuti beberapa ribu orang itu jalan teratur serta tanpa ada anarki, dengan dikawal polisi serta TNI. Mereka meninta Ahok mohon maaf serta mendorong polisi untuk menyelidikinya dengan cara hukum.

Ke enam, lantaran banyak tekanan, Ahok yang belum dapat dibuktikan dengan cara hukum bersalah itu, mohon maaf. Ia klarifikasi kalau tak ada maksud (kemauan) untuk berbuat tidak etis Al-Qur’an. Dalam soal ini dapat ditegaskan oleh Nusron di ILC, kalau yang tahu sesungguhnya ayat Allah itu hanya Allah, mengenai tafsir ulama dapat benar serta dapat kurang benar. Sama, tuturnya, seperti maksud puisi itu yang paling tahu yaitu penulisnya. Kata ini dapat diplintir oleh mereka dengan menyampaikan Nusron mengejek institusi ulama, walau sebenarnya memanglah sekian ada.

Untuk yang tahu pengetahuan tafsir serta metodologi pengambilan hukum, bahkan juga sekelas Imam Syafii juga, tak berani menyampaikan “produk ijtihadnya” paling benar atau betul-betul benar. Berarti, bila yang berkaitan telah mohon maaf serta tak punya maksud mengejek Al-Qur’an, telah usai masalahnya.

Terlebih, kalimat Ahok itu dipotong, serta potongan ayat tersebut yang lalu jadikan basic orang untuk geram, tidak suka serta terbakar hatinya pada Ahok. Tanpa ada klarifikasi (tabayyun), satu ajaran Al-Qur’an untuk golongan beriman bila memperoleh berita kabar, mereka segera menjustifikasi.

Saya cemas bila malah yang mengejek yaitu beberapa dari kita – umat muslim sendiri – yang tidak pernah atau tidak ingin menggunakan perintah Allah itu : tabayyun. Bila ini yang berlangsung, mudah-mudahan mereka atau kami segera memperoleh hidayah. Sepengetahuan saya, dalam aturan fiqh dijelaskan : maqasidullafzi ‘ala niatillafidzi, maksud pengucapan ada pada orang yang berkata. Jelaslah, Ahok berbesar hati serta mengubur gengsi untuk ingin mohon maaf walau belum dapat dibuktikan bersalah.

Ketujuh, sikap MUI keluar. Pada dasarnya, lantaran Ahok telah mohon maaf, sebagai umat Islam telah seyogyanya memaafkannya. Sebagai intitusi, MUI memaafkan sikap Ahok itu, serta menyerahkan masalahnya pada pihak yang berwenang, dalam soal ini polisi. Mengenai bila ada anggota MUI yg tidak sepakat dengan sikap resmi MUI, KH Ma’ruf Amin sebagai ketua MUI menyampaikan kalau itu yaitu sikap pribadi. MUI merekomendasikan tidak untuk membesar-besarkan permasalahan ini.

Kedelapan, kegaduhan makin kronis, terutama di media on-line. Tidak dapat dibendung. Kelompok yang mempunyai urusan juga turut memakai situasi ini. Dengan cara parsial, mereka yang demo itu cuma menginginkan supaya Ahok tak jadi gubernur lagi.

Beberapa orang yang demo itu, sesudah saya cermat, beberapa yang dahulu mengejek Gus Dur, bikin Gubernur Tandingan serta grup yang inginkan berdirinya Khilafah serta anti-Pancasila. Gosip Ahok itu mereka giring sedemikian rupa sebagai suatu hal yang marketable. Lalu, dengan cara komprehensif, ada keriuhan ini makin ditunggangi kemampuan yang semakin besar : mereka menginginkan kehancuran NKRI.

Disini, tak tahu mengapa lalu saya treringat kata filsuf Islam, Ibnu Rusyd : “Jika menginginkan kuasai orang bodoh, bungkuslah suatu hal yang batil dengan agama. ”

Yah, gosip agama itu gampang serta murah. Ini dapat dibuktikan banyak dipakai dari mulai momen 11 September, Bom Bali hingga Terorisme, semuanya berkedok agama. Walau sebenarnya motifnya ekonomi serta politik.

Kesembilan, berdasar pada laporan Rumadi, ketua Lakpesdam PBNU, Tanggal 4 November 2016 beritanya bakal ada demo besar di Jakarta. “Bukan cuma dari Jakarta, massa dari luar Jakarta bakal digerakkan. Beberapa ribu orang mungkin saja bakal mengepung Jakarta. Istana negara bakal jadi tujuan. Gagasan telah disusun. Pamflet telah disebarkan ke beragam penjuru. Panduan tehnis demo juga telah diberikan, dari mulai membawa peralatan bermalam, membaca wirid, hingga bikin wasiat bila tak dapat pulang, ” tulisnya di account fesbuk (27/10). Benar salah-nya Wallau A’lam.

Saya tak menampik demo itu. Saya menyukai mereka semuanya, sebagai muslim, orang Indonesia maupun manusia. Itu hak mereka sebagai warga negara untuk berdemo, lepas kalau menurut saya demo itu tergerak lantaran kesalahpahaman mereka bakal barisan kalimat.

Memanglah, di segi lain, Ahok juga kurang pintar dalam berlaku serta berbicara. Namun tersebut kekurangannya, dibalik keunggulannya yang tegas, jujur serta transparan. Ia sukai ceplas-ceplos. Indonesia masihlah lihat orang dari sopan santun serta unggah-ungguh.

Namun itu mending untuk saya, dari pada politisi yang lugu, kalem, ramah, namun tahu-tahu nggarong uang rakyat. Akhlak itu alat, serta alat dapat pula untuk menipu. Semuanya penipu nyaris menggunakan akhlak untuk menggerakkan misinya. Pasti, yang baik serta paling utama yaitu berakhlak serta dipakai untuk kebaikan. Tetapi toh itu susah di jaman saat ini.

Tersebut urutan yang saya ketahui serta saya analisis. Bila ada yang baik serta benar, silahkan diambil beberapa sukur di-share supaya beberapa orang tahu. Jika ada yang salah atau kurang baik, saya terbuka untuk di koreksi.

Kemauan saya menulis ini, jauh sebelumnya kata pertama saya catat, yaitu supaya negara kita tak terpecah iris, terlebih lantaran perang saudara. Bila sedikit saja ada anarki, kekerasan, lebih-lebih pertumpahan darah, pasukan Dewan Keamanan PBB setiap saat dapat turun untuk mengambil-alih kondisi dengan dalih HAM, kestabilan serta argumen tetek-bengek. Lantas kita bakal bernasib sama juga dengan saudara-saudara kita di Timur Tengah seperti Afganistan, Libia serta Syuriah.

Mudah-mudahan, kecemasan saya hanya satu kecemasan belaka. Mudah-mudahan Allah mempunyai langkah sendiri untuk menjaga Islam serta Indonesia ini jadi sentrum peradaban dunia, ditengah beragam krisis moral dunia pertama, yang senantiasa bernafsu merebut emas, minyak, pasar serta SDA dengan beragam langkah, satu diantaranya mengubah ketentuan serta memecah-belah negara ketiga.

Ihdinas shiraatal mustaqim. Shiraatalladziina an’amta alaihim, ghairil maghdzuubi ‘alaihim waladl-dlaalliin.

Serta mudah-mudahan, yang membaca tulisan ini, tak ikutan berdemo.

Amin.

sumber:http://hendonesia.com/
FPI Terbungkam ,Wakil Ketua PW IPNU Angkat Bicara : Siapa Penghina Al-Qur’an? FPI Terbungkam ,Wakil Ketua PW IPNU Angkat Bicara : Siapa Penghina Al-Qur’an? Reviewed by Unknown on 20.15 Rating: 5

Tidak ada komentar